Quotes of The Day

Selalu ada kendala di dalam setiap usaha. Satu-satunya hal yang tidak memiliki kendala adalah tidak melakukan apa-apa.

Friday, October 7, 2016

Wudhu Hijrah Abdullah

Kisah ini kumulai disini, seiring dengan berjalannya pena, kuhaturkan sejuta kesan, sejuta pengalaman.


Namaku Abdullah. Sejak kecil, aku dididik dalam keluarga yang biasa mengajariku tentang Islam. Percaya atau tidak, saat kecil, tidak ada yang lebih aku takuti melebihi Tuhan-ku. Setiap pengajaran yang diberikan oleh orangtuaku kepadaku, semakin menambah ketakutanku kepada Ia Sang Pencipta.


“Nak, Allah itu Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. Kalau kamu berbuat keburukan dan kami tidak tahu, bukan berarti Allah tidak tahu. Ingat nak, orang yang hobi berbuat dosa itu tempatnya di neraka, api di neraka itu lebih panas daripada api yang kamu lihat sekarang di dunia.” Nasihat orangtuaku.


Mereka juga berkata bahwa jika aku tidak meninggalkan shalat dan selalu berbuat kebaikan, maka aku bisa memasuki syurga, yaitu tempat yang indah, yang disediakan bagi hamba-hamba Allah yang shalih.


Nasihat itu selalu kuingat. Hingga saat itu di atas sajadah, aku menyembah Tuhan-ku dengan penuh ketakutan. Setiap do’a yang kupanjatkan, penuh kekhusyu’an. Aku sangat takut melakukan kesalahan di hadapan Zat Yang telah menciptakanku, dan yang kuasa pula mematikanku sewaktu-waktu.


Duhai, betapa malangnya diriku. Seketika aku menjadi penentang-Nya seiring bertambah dewasanya diriku. Abdullah yang dulu takut akan Tuhan-nya, kini telah kehilangan jati dirinya. Islam hanyalah status yang tertera di kartu-kartu identitasnya. Betapa malunya diri ini jika membandingkan Abdullah yang dulu dengan Abdullah yang sekarang.


“Oh Tuhan-ku, betapa sekiranya engkau mencabut nyawaku saat ini juga, tentulah aku orang yang paling merugi di antara manusia.”


“Oh, Tuhan-ku, betapa kelalaian ini telah menyelimuti diriku, menghancurkan imanku, memusnahkan akhlak baik yang selama ini susah payah orangtuaku membinanya. Pergaulan yang salah telah menjerumuskanku ke dalam kehinaan dunia, sebab kebodohanku, sebab kelalaianku.”


“Begitulah Kuasa-Mu, kau beri petunjuk bagi siapa yang Kau kehendaki, dan kau sesatkan pula siapa yang Kau kehendaki. Dan aku pernah merasakan keduanya.”


Saat aku tersesat, hanya sedikit yang peduli kepadaku, hanya orangtua dan orang-orang yang benar-benar mencintaiku. Namun aku meninggalkan nasihat mereka yang berharga dan menggantikannya dengan perkataan dusta dari musuhku yang paling nyata. Benar-benar setan itu menjadikan terasa indah setiap maksiat yang aku perbuat.


Duhai malangnya diri ini. Dosa-dosa terus kulakukan, maksiat demi maksiat terus kujalankan, namun amal shaleh yang selama ini diajarkan, kulupakan, kubuang jauh seiring jauhnya diriku dari kebenaran. Fitnah demi fitnah berdatangan. Masa transisiku menjadi remaja telah melemahkan prinsip demi prinsip yang telah lama aku bina. Seketika aku menjadi manusia yang paling lemah, setitik debu dapat mengotori seluruh pakaianku, begitulah perumpamaan bagi diriku yang lemah, tak berdaya dan tak kuasa menghadapi terpaan godaan dunia.


Sebenarnya aku malu menceritakan kisah ini, tapi aku sadar, kisah ini tidak hanya terjadi padaku. Kisah ini terjadi pada banyak pemuda yang hidup pada masa di mana kebaikan dianggap bukan jamannya, sementara keburukan dianggap sebagai hal yang baik. Masa dimana para pemuda takut beribadah karena takut dicap alim, dan begitu bersemangat melakukan maksiat agar dianggap keren dan up to date akan perkembangan jaman.


Hingga akhirnya aku sadar, tidak berguna sedikit pun perkataan buruk manusia bagi diriku. Mereka yang mengajakku ke dalam keburukan, belum tentu mau menggantikan posisiku kelak di neraka. Sementara mereka yang mengajakku ke dalam kebaikan, tujuan mereka begitu mulia, mereka ingin aku bersama mereka di dalam syurga.


Hingga akhirnya, Allah memberikan aku hidayah lewat teman-teman yang mengajakku hijrah. Hingga hidupku berubah, menjadi lebih berarti, menjadi lebih bermakna. Setiap hela nafasku, Ia berikan nikmatnya iman, manisnya hidayah.


Orang-orang mungkin tidak akan percaya, bahwa Allah mengirimkan hidayah kepadaku lewat hal yang banyak orang menganggapnya sepele. Ya! Benar.. dengarkanlah ceritaku.


Malam itu, aku pergi bersama seorang sahabat yang Allah telah menakdirkannya sebagai sebab masuknya hidayah ke dalam hatiku. Kautsar namanya. Saat itu waktu menunjukkan lebih dari jam 9, dan aku belum melaksanakan shalat ‘Isya. Entah kenapa ketika bersama kautsar, aku ingin melaksanakan shalat, padahal masjid-masjid telah kosong karena tentunya jamaah telah pulang.


“Kautsar, aku belum shalat ‘Isya, tolong temani aku shalat di masjid.”


Kautsar pun mengiyakan dan menemaniku ke masjid. Sesampainya di masjid, aku berwudhu seperti biasa. Tapi ternyata Kautsar baru membaca sebuah buku tentang tata cara bersuci sesuai yang dicontohkan oleh Rasulullah. Ia pun mengajariku. Namun tidak disangka, aku begitu tertarik dengan ilmu yang disampaikannya. Kupraktikkan seluruh perkataan yang langsung ia peragakan di depanku. Tidak disangka, hidayah Allah menyapaku lewat wudhu yang diajarkan temanku. Sejak saat itu, aku menjadi semangat untuk mempelajari kembali ilmu tentang Islam. Setelah selesai shalat, aku meminta Kautsar untuk mengajakku belajar bersama tentang Islam.


Keesokan hari, terus hingga berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun, aku bersama Kautsar mempelajari Islam bersama-sama. Kami mencari apa saja tentang Islam mulai dari buku, internet, bahkan kami menjadi hobi mengoleksi video tentang Islam dari Youtube. Iya, mulai dari cara beribadah, kisah orang shaleh, ancaman dan kabar gembira, seluruhnya kami pelajari bersama, hingga akhirnya kami menyukai menghadiri majelis-majelis ilmu di masjid-masjid.


Hidupku benar-benar berubah, menjadi lebih indah, lebih bermakna. Begitu lama proses hijrah itu hingga Allah menggantikan kecintaanku pada musik dan nyanyian dengan kecintaan terhadap Al-Qur’an. Bersama-sama kami berlomba-lomba dalam membaca, mempelajari, menghafal, bahkan mendakwahkan Al-Qur’an kepada teman-teman yang lain. Dan alhamdulillah, sangat banyak yang tertarik, meski banyak juga yang tidak senang.


Allah menggantikan kebiasaanku bermain game hingga melupakan kewajiban demi kewajiban dengan hal yang lebih bermanfaat. Waktu yang dulu kuhabiskan untuk bermain game, sekarang kumanfaatkan untuk membangun sebuah usaha kecil. Alhamdulillah, Allah terus melimpahkan rezeki padaku ketika aku telah kembali hijrah ke jalan-Nya.


Allah telah menjadikan dunia sebagai pelayan bagi diriku, bukan justru sebaliknya seperti dulu, saat aku meninggalkan hikmah-hikmah dalam Islam, hidupku kuhabiskan dengan menjadi budak dunia. Alhamdulillah, apa yang dulu kukejar, sekarang justru mencariku, datang dengan sendirinya kepadaku. Serasa aku telah berhasil menaklukkan dunia.


Tapi hijrah butuh proses, butuh waktu, bahkan aku mempunyai prinsip untuk terus berhijrah sampai mati. Karena tidak ada batas waktu dalam berhijrah menjadi lebih baik. Selama ajal belum datang, maka selama itu pula manusia wajib memperbaiki diri.


Aku mengajak teman-teman sekalian untuk mengikuti jalan ini, jalan hijrah yang pernah ditapaki para pendahulu kita, para sahabat Rasulullah, Tabi’in, Tabi’ut Tabi’in, serta orang-orang yang mengikuti jejak langkah mereka hingga akhir jaman.

Dan sebaik-baik pendahulu adalah Rasulullah. Maka mari kita ikuti jalannya, jalan yang telah dijamin kebenarannya. Jangan sampai kita kembali mengikuti langkah-langkah setan, karena setan itu merupakan musuh yang nyata bagi kita umat manusia.

    Choose :
  • OR
  • To comment
No comments:
Write comments